TUGAS AKHIR SEMESTER EKONOMIMAKRO
“Inflasi dan Kenyataannya”
DI SUSUN OLEH :
HERDIAN NURBENI (141080239)
JURUSAN EKONOMI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2009
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah sebagai tugas akhir semester matakuliah Makroekonomi yang berjudul Inflasi dan Kenyataannya.
Makalah ini berisi tentang bagaimana Inflasi berdasarkan pada kenyataan serta fakta yang ada yang di sajikan dengan menggunakan teori-teori yang relevan guna mempermudah pemaham bagi pembaca.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas dukungan dari Dosen Matakuliah Makroekonomi yang telah membimbing kelancaran pembuatan makalah ini, teman-teman seperjuangan yang selalu menjadi sumber semangat dan inspirasi bagi penulis mulai dari pembuatan sampai selesainya makalah ini, penulis mohon kritik dan saran membangun guna penyempurnaan makalah ini.
Harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam menambah wawasan dan pengetahuan khususnya di bidang Makroekonomi.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftarisi ii
1. Latar Belakang Masalah 1
2. Identifikasi Masalah 2
3. Pembahasan Berdasarkan Teori yang Relevan 3
1. PandanganStruktural 7
2. DinamikavInflas 8
4.Kesimpulan 10
5. Daftar pustaka 13
ii
1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan makro ekonomi Indonesia akhir-akhir ini mengalami perkembangan pasang surut. Inflasi, nilai tukar, tingkat suku bunga dan pengangguran merupakan beberapa yang mengalami perkembangan itu, baik pengaruhnya terhadap variabel tertentu ataupun berpengaruh terhadap perekonomian secara keseluruhan. Dua diantara indikator tersebut yang dipantau terus menerus adalah inflasi dan pengangguran. Inflasi secara ringkas dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang-barang (Mankiw, 1998). Dengan kenaikan harga tersebut, perekonomian akan mengalami ketidakstabilan dan akan mempengaruhi perilaku baik itu masyarakat ataupun pemerintah. Dengan naiknya harga-harga, maka minat masyarakat untuk menabung cenderung turun. Kemudian untuk menarik uang, pemerintah menaikkan tingkat suku bunga yang berakibat turunnya minat untuk investasi, yang berarti adanya kecenderungan penurunan akumulasi modal sehingga pertumbuhan dan kestabilan perekonomian akan terganggu.
Perkembangan inflasi di Indonesia menunjukkan fluktusi yang bervariasi dari waktu ke waktu. Inflasi mulai menjadi perhatian ketika adanya krisis pada tahun 1960-an dimana Indonesia mengalami hiperinflasi sebesar 650% sehingga perekonomian terguncang dengan hebat. Tetapi kemudian tekanan tersebut dapat diatasi dengan menerapkan kebijakan anti-inflasi, sehingga pada Repelita II, III, dan IV inflasi menurun menjadi sebesar 14.77%, 13.6% dan 6.9%. Tetapi kemudian krisis kembali menghantam negeri ini pada tahun 1998 yang berdampak pada smua aspek kehidupan.
Berbicara masalah pengangguran, berarti membicarakan masalah sosial dan ekonomi, karena pengangguran aelain menyebabkan masalah sosial juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu Negara khususnya Negara yang masih berkembang seperti Indonesiaini.
1
2. Identifikasi Masalah
Salah satu titik awal kelahiran ilmu ekonomi makro adalah adanya permasalahan ekonomi jangka pendek yang tidak dapat diatasi oleh teori ekonomi klasik. Masalah jangka pendek ekonomi tersebut yaitu inflasi, pengangguran dan neraca pemba-yaran. Munculnya ekonomi makro dimulai dengan terjadinya depresi ekonomi Amerika Serikat pada tahun 1929. Depresi merupakan suatu malapetaka yang terjadi dalam ekonomi di mana kegiatan produksi terhenti akibat adanya inflasi yang tinggi dan pada saat yang sama terjadi pengangguran yang tinggi pula.
Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus. Dari pengertian tersebut maka apabila terjadi kenaikan harga hanya bersifat sementara, maka kenaikan harga yang sementara sifatnya tersebut tidak dapat dikatakan inflasi. Semua negara di dunia selalu menghadapi permasalahan inflasi ini. Oleh karena itu, tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah eko-nomi yang dihadapi suatu negara. Bagi negara yang perekono-miannya baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar antara 2 sampai 4 persen per tahun. Tingkat inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4 persen dikatakan tingkat inflasi yang rendah. Selanjut tingkat inflasi yang berkisar antara 7 sampai 10 persen dikatakan inflasi yang tinggi. Namun demikian ada negara yang meng-hadapai tingkat inflasi yang lebih serius atau sangat tinggi, misalnya Indonesia pada tahun 1966 dengan tingkat inflasi 650 persen. Inflasi yang sangat tinggi tersebut disebut hiper inflasi (hyper inflation).
Didasarkan pada faktor-faktor penyebab inflasi maka ada tiga jenis inflasi yaitu:
1) inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation)
adalah inflasi yang disebabkan karena adanya kenaikan permintaan agregat yang sangat besar dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. Karena jumlah barang yang diminta lebih besar dari pada barang yang ditawarkan maka terjadi kenaikan harga. Inflasi tarikan permintaan biasanya berlaku pada saat perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan pertumbuhan eko-nomi berjalan dengan pesat (full employment and full capacity). Dengan tingkat pertumbuhan yang pesat/tinggi mendorong peningkatan permintaan sedangkan barang yang ditawarkan tetap karena kapasitas produksi sudah maksimal sehingga mendorong kenaikan harga yang terus menerus
2
2) inflasi desakan biaya (cost-push inflation)
adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan tingkat produktivitas dan efisiensi, sehingga perusahaan mengurangi supply barang dan jasa. Pening-katan biaya produksi akan mendorong perusahaan menaikan harga barang dan jasa, meskipun mereka harus menerima resiko akan menghadapi penurunan permintaan terhadap barang dan jasa yang mereka produksi. inflasi karena pengaruh impor (imported inflation).
3) inflasi karena pengaruh impor (imported inflation).
karena pengaruh impor adalah inflasi yang terjadi karena naiknya harga barang di negara-negara asal barang itu, sehingga terjadi kenaikan harga umum di dalam negeri.
3
3. Pembahasan Berdasarkan Teori yang Relevan
Inflasi adalah kenaikan harga secara umum, atau inflasi dapat juga dikatakan sebagai penurunan daya beli uang. Makin tinggi kenaikan harga makin turun nilai uang. Defenisi diatas memberikan makna bahwa, kenaikan harga barang tertentu atau kenaikan harga karena panen yang gagal misalnya, tidak termasuk inflasi.
Ukuran inflasi yang paling banyak adalah digunakan adalah: Consumer price indeks” atau “ cost of living indeks”. Indeks ini berdasarkan pada harga dari satu paket barang yang dipilih dan mewakili pola pengeluaran konsumen. Barang-barang dalam paket itu dibobot sesuai dengan kepentingan relatifnya bagi konsumen. Dan data harga diperoleh dalam bentuk indeksasi. Indeks yang lain juga dapat diperoleh dari “deflatoir GNP pada harga konstan”. Kelebihan indeks ini bukan hanya memperhitungkan harga barang konsumen tetapi juga harga barang kapital dan barang ekspor.
Inflasi adalah masalah seluruh dunia. Namun berdasarkan data negara yang sedang berkembang, yang lebih banyak pengalamannya dalam hal ini inflasi dibanding dengan negara industri. Penyebaran inflasi keseluruh dunia terjadi oleh karena adanya mekanisme perdagangan keuangan yang saling berkaitan antara negara dunia.
Inflasi merembes keseluruh dunia dengan bebas. Kenaikan harga minyak empat setengah kali pada tahun 1973 – 1974 telah meningkatkan laju inflasi dunia dengan cepat pada tahun 1974 – 1975. Demikian juga perluasan “money supply” dunia pada tahun 1970 an telah mendorong inflasi. Kenyataan ini adalah akibat kekakuan “exchange rate”. Bila exchange rate (nilai tukar), fleksibel sempurna maka inflasi dapat dihindari. Sebaliknya kebanyakan negara dunia memiliki tingkat penukaran mata uang asing (exchange rate) yang tidak fleksibel, sehingga inflasi tak dapat dihindari.
Generalisasi seperti ini tentu ada kecualinya, yaitu negara yang mempunyai sistem perencanaan sentral di Eropa Timur atau Uni Soviet (tempo dulu).
Pada negara-negara ini harga ditetapkan oleh pemerintah pusat (secara administratif). Jadi bukan karena permainan permintaan dan penawaran. Ini tidak berarti bahwa permintaan tidak pernah melebihi penawaran. Bila kenyataan ini juga terjadi maka penjatahan atau antri dapat diberlakukan terhadap produksi, sebelum penawaran ditingkatkan.
4
Bahkan kadang-kadang dengan memberikan subsidi. Keadaan seperti ini disebut “represed inflation”. Kelebihan permintaan diatas jumlah barang yang ditawarkan dikontrol oleh negara dan kenaikan harga dapat ditekan.
Inflasi dinegara-negara berkembang belahan barat didominasi oleh Amerika Latin (terutama Argentina, Chili, dan Uruguay). Salah satu negara di Asia yang telah mengalami inflasi hebat atau “hyperyinflation” adalah Indonesia yaitu tahun 1963 – 1971 dimana indeks harga telah naik dari 1000 menjadi 71797.
Berhubung kebanyakan negara yang menganut sistem ekonomi campuran, harga ditentukan oleh mekanisme pasar atau interaksi “supply” dan “demand” maka penyebab inflasi dapat diketahui dari dua hal atau dua sisi yaitu sisi demand dan sisi supply. Bila inflasi disebabkan oleh demand yang berlebihan disebut “demand pull inflation” sebaliknya bila yang ditekankan dari segi supply disebut ”cost push inflation”.
Inflasi yang terjadi karena kelebihan permintaan tersebut tergantung pula pada elastisitas supply. Bila elastisitas supply besar maka kenaikan harga itu akan diimbangi dengan kenaikan produksi sehingga kenaikan harga hanya terasa sedikit sekali. Dalam jangka pendek bila terdapat kapasitas menganggur (produksi bekerja dibawah kapasitas yang tersedia) dan devisa cukup banyak, maka kenaikan permintaan akan mendorong kenaikan produksi dan mendorong pula kenaikan barang impor. Dengan kata lain pengaruh kenaikan permintaan lebih besar pengaruhnya terhadap kenaikan produksi dibanding dengan jenaikan harga. Jadi “demand pulled inflation” akan lebih berbahaya bila terdapat “constrain” dalam hal devisa dan ekonomi telah berada pada posisi yang hampir “ full employment”.
5
Kesimpulan dari uraian diatas bahwa:
1. Pengaruh kenaikan demand pada situasi deflasi akan mendorong kenaikan produksi, employmen dan pendapatan.
2. Pengaruh kenaikan demand pada situasi ekonomi yang hampir full kapasitas akan mendorong kenaikan harga.
Dilain pihak ahli moneter menganggap bahwa inflasi adalah gejala jumlah uang yang diminta akan mendorong kenaikan permintaan terhadap barang dan jasa. Dan didalam ekonomi yang beroperasi pada tingkat hampir “full employmen” hasilnya adalah demand pulled inflation”
Pada tingkat harga dan institusi tertentu permintaan uang adalah fungsi dari variabel berikut:
1. Tingkat pendapatan real
2. Perluasan moneterisasi terhadap aktivitas ekonomi (ditunjukkan oleh rasio monetary GNP dengan non monetary atau subsistence GNP).
3. Kegunaan memegang uang (the net utility of holding money)
Adapun fungsi permintaan uang adalah sebagai berikut:
MD = f(Y, Z, U) dimana; MD = demand for money
Y = GNP real
Z = ratio of monetary to non monetary activity
U = net utility of holding money
Karena pemahaman U adalah lebih kompleks maka disini perlu diperluas dengan fungsi berikut :
U = f(V, R, X) dimana; V = convenience value of holding money balance
R = tingkat bunga bank
X = tingkat inflasi yang diperkirakan
6
Makin besar “convenience of holding money” makin tinggi net unility of holding money”. Demikian pula makin tinggi tingkat bunga makin tinggi net utility of holding money. Sebaliknya karena inflasi adalah ”cost dari holding money” maka makin tinggi tingkat inflasi yang diharapkan makin rendah utility of holding money. dIsini hubungan antara U dan R merupakan fungsi negatif. Jadi ”net utility of money” terdiri dari “convenience value” (tambah tingkat bunga yang dibayar dikurangi “the expected rate of inplation” (tingkat inflasi yang diperkirakan).
1) Pandangan struktural
Perubahan sturuktural tak dapat dipisahkan dengan pembangunan ekonomi. Peningkatan pendapatan membawa perubahan pada komposisi dan struktur output. Ketidak seimbangan antara demand dan supply tak dapat dihindari. Demikian juga halnya bila terdapat kelangkaan devisa disektor perdagangan luar negeri. Keperluan impor tak dapat dipenuhi dengan devisa yang langka hal ini mendorong kenaikannya harga-harga.
Ilustrasi khusus keadaan seperti ini adalah ketidakseimbangan yang terjadi pada produksi bahan makanan. Karena produksi disektor pertanian sering tidak elastis maka kenaikan demand menyebabkan kenaikan harga yang lebih besar sebelum terjadi respond output. Padahal harga bahan makanan ini cenderung mempengaruhi harga secara umum. Harga barang disektor industri terdorong naik karenanya, sebagai keberhasilan tuntutan “trade unions” untuk melindungi para pekerja dari kenaikan harga bahan makanan. Demikian pula biaya dimana inputnya berasal dari sektor pertanian mengalami kenaikan
Satu pemecahan dari keadaan seperti ini ialah dengan mengimpor barang-barang, namun kebanyakan negara berkembang kekurangan devisa.
Anggota aliran strukturalis menekankan pada pendapatan ekspor yang tertinggal dibelakang keperluan impor, karena lambatnya ekspansi permintaan dunia terhadap barang-barang primer yang dihasilkan oleh negara-negara yang sedang berkembang. Hambatan tambahan yang memperburuk keadaan.
ialah sikap negara industri yang tidak menginginkan ekspor hasil industri dari negara berkembang.
Kesimpulan teori ini menyatakan sebuah postulat bahwa inflasi akan menemani pembangunan ekonomi oleh karena adanya ketidakseimbangan yang diciptakan oleh perubahan struktural.
7
2) Dinamika Inflasi
Didalam perekonomian terdapat kekuatan-kekuatan mekanisme yang menopang inflasi. Fakta menyatakan bahwa inflasi itu mempengaruhi distribusi pendapatan real. Upah mungkin menjadi tertinggal dibanding harga. Keuntungan pengusaha tertekan kebawah karena kenaikan biaya. Hal ini menurunkan pendapatan real pemilik modal. Tuan tanah menerima lebih sedikit. Anggaran pemerintah menderita karena pajak yang diterima menurun. Dalam menghadapi kenyataan ini semua kelompok-kelompok tertentu mencoba melindungi kepentingannya. “Trade unions” mencoba mempertahankan upah real dengan keras. Pemilik modal berupaya untuk meningkatkan profitnya. Pemerintah mencoba mengatasi pengeluarannya dengan meminjam dari bank. Secara keseluruhan tindakan ini telah turut memompa jumlah uang yang lebih besar lagi di dalam perekonomian. Hasil yang sama dapat juga terjadi karena menurunnya disiplin keuangan yang mempersukar kontrol terhadap anggaran. Interaksi antara kelompok-kelompok untuk mempertahankan kepentingannya telah membawa kepada “the dinamic of inflation”. Tindakan setiap kelompok dengan respondnya masing-masing telah membawa kenaikan harga lebih jauh. Salah satu contoh adalah “anggregate spiral”.
Contoh ini lebih relevan dengan negara industri dibanding negara berkembang. Diasumsikan upah harga naik karena suatu alasan, misalnya karena kenaikan harga barang. Jika trade unions mengorganisir tenaga kerja maka mereka dapat menuntut upah yang lebih tinggi. Akibat dari tindakan ini harga naik lagi karena biaya yang meningkat, yang selanjutnya mendorong lagi tuntutan baru terhadap upah dan demikian seterusnya, upah dan harga saling mengejar antara satu dengan yang lain.
Kekuatan lain yang berasal dari sistem moneter. Seperti diketahui perkiraan terhadap inflasi menurunkan net utility dari pemegang uang. Akibat menurunkan permintaan terhadap uang dan mendorong kembali kenaikan harga dan mempercepat laju inflasi. Demikian seterusnya orang-orang selalu berusaha untuk meminimalkan jumlah uang yang dipegangnya dan terus akan meningkatkan harga.
Kesimpulan “Money flight” terjadi ketika inflasi demikian cepatnya menurunkan daya beli uang, sehingga orang-orang mengurangi uang yang dipegangnya sedapat mungkin dan memilih untuk memiliki barang. Permintaan uang menurun dan permintaan barang meningkat. Sementara supply barang menurun. Kenyataan ini dapat menimbulkan spiral inflasi kumulatif. Sejak tahun 50-an beberapa negara berkembang mempunyai pengalaman dengan hyperiflation.
8
Mengapa Pemerintah Memperkenankan Inflasi.
Sejak money supply sebagian dikontrol oleh pemerintah, maka sering timbul pertanyaan mengapa pemerintah membiarkan money supply cepat meluas, sementara kestabilan harga dapat terganggu karenannya. Sesungguhnya pengeluaran pemerintah sendirilah yang kerapkali menjadi sumber ekspansi moneter. Padahal inflasi tidak disukai dan mereka sering berkata bahwa kestabilan harga adalah salah satu tujuan yang ingin dicapai.
Bagaimana menjelaskan seperti ini.
Jawaban pertanyaan diatas barangkali terletak pada ukuran inflasi mana yang dianggap moderat walaupun tidak populer. Keberadaan tingkat pengangguran yang tinggi adalah salah satu alasan untuk maksud ini. Pada pertengahan tahun 70-an di negara industri Barat mengalami stagflasi dimana tingkat inflasi tinggi terjadi secara bersama-sama dengan tingkat pengangguran yang tinggi. Ini adalah salah satu situasi dimana pemerintah mengalami kesulitan untuk mengontrol karena harga naik bersamaan dengan kurangnya pekerjaan. Memilih salah satunya cenderung memperburuk keadaan keduanya. Namun untuk negara-negara yang sedang berkembang kombinasi antara tingkat pengangguran yang tinggi dengan inflasi merupakan kondisi yang seakan permanen. Inflasi dengan kurangnya kesempatan kerja merupakan karakteristik dari negara yang sedang berkembang.
Adapun peralatan yang digunakan untuk mengatasi inflasi adalah sebagai berikut :
- Berupaya menurunkan total demand dengan menurunkan anggaran pemerintah.
- Membatasi kredit.
- Meningkatkan pajak yang sering memperburuk tingkat pengangguran.
9
4) Kesimpulan
Prinsip dasar kerangka pentargetan inflasi adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Hal ini didasarkan kepada dua pertimbangan pokok. :
Pertama, laju inflasi yang tinggi menimbulkan biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat karena menurunnya daya beli atas pandapatan yang diperolehnya maupun meningkatnya ketidakpastian yang dapat mempersulit perencanaan usaha dan memperburuk kegiatan perekonomian.
Kedua, perkembangan teori ekonomi dalam literature dan temuan empiris di berbagai negara menunjukkan bahwa kebijakan moneter dalam jangka menengah- panjang hanya akan berpengaruh kepada inflasi, tetapi bukan kepada pertumbuhan ekonom ---meskipun dalam hal ini belum diketahui bagaimana sebenarnya pengaruh kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi dalammjangka pendek. Dengan demikian, maka kontribusi optimal yang disumbangkan oleh kebijakan moneter untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat adalah dengan pencapaian dan pemeliharaan laju inflasi yang rendah dan stabil. Jadi, sebenarnya pengendalian inflasi melalui kebijakan moneter dilakukan dalam rangka stabilisasi dan penurunan laju inflasi dalam jangka menengah-panjang. Konsep dasar kebijakan moneter berdasarkan kerangka pentargetan inflasi yang dijalankan oleh bank sentral biasanya dijalankan sebagai berikut.
•Sasaran inflasi
Penetapan sasaran inflasi tentu saja dengan mempertimbangkan berba-gai faktor dan perkembangan ekonomi makro negara yang bersangkut-an, terutama besarnya kerugian sosial yang ditimbulkan oleh pengaruh tingginya inflasi terhadap penurunan daya beli masyarakat (setelah memperhitungkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi). Penetapan sasaran inflasi sebaiknya mempertimbangkan juga efekti-vitas pencapaiannya melalui pelaksanaan kebijakan moneter bank sen-tral, termasuk jenis inflasi dan jangka waktu pencapaiannya. Sasaran inflasi ditetapkan untuk jenis inflasi yang dapat dipengaruhi oleh kebi-jakan moneter dan ditetapkan untuk jangka waktu menengah-panjang (sekitar dua tahun).
• Kebijakan moneter mengarah ke depan
Dengan menentukan inflasi sebagai sasaran akhir, maka perumusan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan untuk jangka waktu beberapa tahun ke depan. Kebijakan moneter yang dilakukan sekarang merupakan langkah antisipasi terhadap kemungkinan tekanan inflasi di masa yang akan datang dibandingkan dengan sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Penentuan rentang waktu (time horizon) mengenai berapa lama sasaran inflasi ingin ditetapkan akan tergantung kepada lamanya tenggat waktu pengaruh kebijakan moneter yang dijalankan. Untuk menetapkan arah kebijakan moneter yang dijalankan oleh bank sentral, yang terpenting adalah menentukan mekanisme ke masa depan (forward looking).
10
• Transparansi
Penerapan target inflasi menuntut adanya keterbukaan (transparancy) pihak bank sentral. Salah satu kunci sukses penerapan pentargetan inflasi ter-letak pada transparansi bank sentral kepada masyarakat dalam menentu-kan dan menjelaskan kebijakan moneter yang ditempuhnya. Keterbukaan itu merupakan komitmen bank sentral kepada masyarakat, sehingga diha-rapkan para pelaku ekonomi akan semakin memahami dan meyakini dasar pertimbangan dan arah kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral da-lam mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan. Penjelasan kepada publik harus dilakukan secara periodik.
• Akuntabilitas dan Kredibilitas
Pengumuman sasaran inflasi secara eksplisit kepada publik oleh bank sentral berarti melekat dengan akuntabilitas karena pada akhirnya bank sentral harus mempertanggungjawabkan pencapaian sasaran tersebut kepada publik. Dengan demikian kredibilitas bank sentral akan tergantung kepada komitmen dan kemampuannya dalam mencapai target inflasi yang telah ditetapkannya. Untuk itu, dalam rangka penerapan pentargetan inflasi (Inflation Targeting) mengharuskan bank sentral untuk dapat memperkuat kompetensi sumber daya manusia dan membangun disiplin mekanisme pengambilan keputusan di dalam bank sentral.
Dalam pengambilan keputusan kebijakan moneter di bank sentral sebagaimana dimaksud lebih didasarkan pada kualitas hasil evaluasi dan penyusunan skenario proyeksi ke depan dengan cara mengembangkan model-model ekonomi yang berbasis penelitian. Untuk maksud tersebut, maka koordinasi dengan Pemerintah bukan saja dalam hal mempererat sinkronisasi kebijakan moneter dengan kebijakan ekonomi lainnya, tetapi juga dalam hal pengendalikan sumbersumber inflasi yang tidak berasal dari faktor-faktor moneter dan tidak dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter. Selain konsep dasar tersebut, keberhasilan penerapan kerangka kerja pentargetan inflasi akan lebih bila dapat memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.:
(1) Kemandirian bank sentral
Kemandirian bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter (instrument independent) harus diatur dalam undang-undang dan dapat diwujudkan oleh bank sentral yang bersangkutan. Pemberian independensi dalam pelaksanaan kebijakan moneter ini penting untuk memberikan kewenangan penuh kepada bank sentral dalam memilih dan menggunakan berbagai instrumen moneter yang tersedia dalam rangka mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan. '
(2) Sistem nilai tukar mengambang
Penerapan pentargetan inflasi umumnya harus disertai dengan system nilai tukar yang mengambang. Penerapan sistem nilai tukar mengambang dimaksudkan untuk memperkuat independensi bank sentral dalam menerapkan kebijakan moneternya dari pengaruh perkembangan ekonomi internasional.
11
(3) Relevansi indikator harga dengan sasaran kebijakan moneter
Mengingat tidak semua komponen inflasi dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, maka diperlukan penyusunan indikator inflasi yang relevan, yaitu dengan menetapkan besarnya sasaran inflasi yang wajar yang dikaitkan dengan kemudahan mekanisme pertanggungjawaban.
(4) Metodologi proyeksi inflasi yang baik
Bank sentral harus mampu membangun metodologi proyeksi inflasi yang baik karena efektivitas kebijakan moneter akan ditentukan oleh kemampuan bank sentral dalam memproyeksi arah pergerakan ekonomi dan inflasi ke depan.
(5) Tidak menggung beban fiskal/anggaran
Bank sentral harus dilindungi dengan undang-undang dan dibebaskan dari segala pengaruh atau kewajiban untuk membiayai pengeluaranpengeluaran Pemerintah karena ekspansi moneter untuk pembiayaan pengeluaran fiskal telah terbukti berdampak pada tidak terkendalinya uang beredar dan memperlemah efektivitas kebijakan moneter dalam mempengaruhi dan mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
12
5) Daftar Pustaka
1. http://www.google.co.id/search?hl=en&client=firefox-a&channel=s&rls=org.mozilla:en-US:official&hs=aSy&ei=y3cNSpyiHpSHkAX5q9yUBA&sa=X&oi=spell&resnum=0&ct=result&cd=1&q=inflasi&spell=1
2. Makroeconomy.com
3. Nota Keuangan dan RAPBN RI 1994/1995
4. Manning (1984: 1-28)
5. World Development Report. 2007. Pembangunan dan Generasi Mendatang. World Bank. Salemba Empat. Jakarta
6. Biro Pusat Statistik. 1995. Statistik 50 Tahun Indonesia Merdeka.
13